- Pengertian Sya’ban
Menurut Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab, Sya’ban berasal dari kata asy-sya’b yang berarti mengumpulkan, memisahkan / berpisah (al-jam’u wat tafriq).
Dinamakan bulan Sya’ban, karena orang-orang pada bulan tersebut biasa
berpisah, bertebaran untuk mencari air. Menurut pendapat lain,
dinamakan Sya’ban, karena pada bulan tersebut orang-orang
berkumpul untuk melakukan penyerangan-penyerangan, setelah pada bulan
sebelumnya (bulan Rajab) mereka tidak melakukan peperangan karena berada
dalam Bulan Haram.
Menurut Imam Tsa’lab, disebut Sya’ban, karena bulan tersebut berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan (sya’aba ai zhahara baina syahrai, Ramadhan wa Rajab). Hanya saja, menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Baary-nya, pendapat pertama lebih kuat dan lebih tepat. Bentuk jamak (plural) dari Sya’ban adalah sya’baanaat, atau sya’aabiin.
- Keutamaan Bulan Sya’ban
Ada beberapa keutamaan dari bulan Sya’ban, di antaranya adalah:
1. Bulan diangkatnya catatan amal perbuatan manusia setiap tahunnya.
Catatan
perbuatan manusia diangkat dan disetorkan oleh para malaikat kepada
Allah dalam tiga waktu; ada yang sifatnya harian, mingguan dan tahunan.
Yang sifatnya harian, adalah setiap pagi dan petang sebagaimana
disebutkan dalam hadits di bawah ini:
عن أبي موسى الأشعري قال: قام فينا رسول الله صلى الله عليه وسلم بخمس كلمات, فقال: ((إن الله لا ينام, ولا ينبغي له أن ينام, يخفض القسط ويرفعه, يرفع إليه عمل الليل فبل النهار, وعمل النهار قبل الليل, حجابه النور….)) [رواه مسلم]
Artinya:
“Abu Musa al-Asy’ari berkata, Rasulullah saw pernah menyampaikan lima
kalimat, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak tidur, dan
Allah tidak layak untuk tidur, Dia merendahkan dan meninggikan
pertimbangan perbuatan manusia, amal perbuatan manusia malam hari
diangkat dan disetorkan kepadaNya sebelum siang hari, dan amal perbuatan
siang hari diangkat dan disetorkan kepadaNya sebelum malam hari tiba,
penghalangNya berupa cahaya….” (HR. Muslim).
Kapan
sebelum malam dan sebelum siang sebagaimana tertera dalam hadits di
atas itu? Dalam sebuah hadits di bawah ini, Rasulullah saw lebih tegas
lagi, bahwa yang dimaksud sebelum siang dan sebelum malam tersebut
adalah waktu shalat Shubuh dan Ashar. Rasulullah saw bersabda:
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((يتعاقبون فيكم ملائكة بالليل, وملائكة بالنهار, فيجتمعون في صلاة الصبح, وصلاة العصر, فيسأل الذين باتوا فيكم, وهو أعلم: كيف تركتم عبادي؟ فيقولون: أتيناهم وهم يصلون, وتركناهم وهم يصلون)) [متفق عليه]
Artinya:
“Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: “Kalian akan selalu
diawasi oleh malaikat malam dan siang, mereka akan berkumpul pada waktu
shalat Shubuh dan Ashar. Allah—dan Dia Maha Mengetahui—akan menanyakan
orang-orang yang ditinggalkan saat itu: “Bagaimana kalian wahai para
malaikat meninggalkan hamba-hambaKu?” Para malaikat menjawab: “Kami
mendatangi mereka, dan mereka sedang sholat, demikian juga kami
meninggalkan mereka, mereka pun sedang sholat juga” (HR. Bukhari
Muslim).
Oleh
karena itu, Rasulullah saw menganjurkan untuk membaca dzikir pagi
(setelah shalat Shubuh) dan dzikir sore (setelah Ashar) mengingat pada
kedua waktu tersebut catatan manusia disetorkan oleh para malaikat
kepada Allah swt, dan karena itu juga Rasulullah saw menegaskan orang
yang melakukan shalat Ashar dan Shubuh berjamaah akan mendapatkan pahala
yang sangat besar. Hal ini sekali lagi, karena kedua waktu tersebut
bertepatan dengan saat diangkat dan disetorkannya amal perbuatan manusia
kepada Allah.
Imam ad-Dhahak, seorang tabi’in, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’rif,
apabila sore hari tiba, ia menangis tersedu-sedu sambil berkata: “Saya
tidak mengetahui, amal saya yang mana yang diangkat dan disetorkan
kepada Allah.”
Adapun waktu penyetoran amal perbuatan mansuia kepada Allah yang sifatnya mingguan, adalah setiap hari Senin dan Kamis, sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:
سأل أسامة بن زيد رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صيامه الإثنين والخميس, فقال صلى الله عليه وسلم: ((ذانك يومان تعرض فيهما الأعمال على رب العالمين, وأحب أن يعرض عملى وأنا صائم)) [رواه النسائى وأحمد والبيهقى)
Usamah
bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang puasa Senin dan
Kamis, beliau menjawab: "Dua hari itu adalah hari dimana amal perbuatan
akan ditunjukkan (disetorkan) kepada Allah, dan saya menginginkan ketika
amal saya disetorkan kepada Allah, keadaan saya sedang berpuasa" (HR.
Nasai, Ahmad dan Baihaki).
Karena
itu, lagi-lagi puasa yang dilakukan pada hari Senin dan Kamis pahalanya
sangat luar biasa, dan karenanya pula Rasulullah saw tidak pernah
meninggalkan puasa di kedua hari tersebut sebagaimana disebutkan dalam
hadits di bawah ini:
عن عائشة قالت: ((كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يتحرى صوم الإثنين والخميس)) [رواه الترمذى والنسائى وابن ماجه]
Artinya: “Siti Aisyah berkata: “Rasulullah saw selalu berpuasa pada hari Senin dan Kamis” (HR. Turmudzi, Nasai dan Ibn Majah).
Imam
Ibrahim an-Nakha’i, apabila hari Kamis tiba, ia selalu menangis kepada
isterinya, dan isterinya pun menangis kepadanya sambil berkata: “Hari
ini, amal perbuatan kita disetorkan kepada Allah”.
Sementara
waktu penyetoran buku catatan manusia kepada Allah yang sifatnya
tahunan, adalah pada bulan Sya’ban. Rasulullah saw dalam hal ini
bersabda:
عن أسامة بن زيد قال: قلت: يا رسول الله, رأيتك تصوم فى شعبان صوما لا تصومه فى شيئ من الشهور إلا فى شهر رمضان, قال: ((ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب وشهر رمضان, ترفع فيه أعمال الناس, فأحب أن لا يرفع عملى إلا وأنا صائم)) [رواه النسائى وصححه الألبانى فى صحيح سنن النسائى]
Artinya:
“Usamah bin Zaid berkata: “Saya berkata kepada Rasulullah saw: “Ya
Rasulullah, saya melihat anda banyak melakukan puasa pada bulan Sya’ban
ini. Padahal anda tidak melakukan puasa satu bulan penuh melainkan pada
bulan Ramadhan”. Rasulullah saw bersabda: “Ini adalah bulan di mana
orang-orang umumnya lalai yaitu bulan di antara Rajab dan Ramadhan
(maksudnya bulan Sya’ban=pent) di mana pada bulan Sya’ban itu amal
perbuatan manusia diangkat. Maka aku sangat menginginkan sekali tidak
diangkat amal perbuatanku melainkan aku sedang berpuasa” (HR. Nasai dan
hadits ini dipandang Hadits Shahih oleh Syaikh Albani dalam bukunya Shahih Sunan an-Nasa’i).
Karena
itu juga, Rasulullah saw senantiasa memperbanyak puasa pada bulan
Sya’ban, bahkan dalam sebuah hadits disebutkan, beliau puasa satu bulan
penuh, disambung dengan bulan Ramadhan (HR. Bukhari). Sekali lagi,
semua itu karena bulan Sya’ban adalah bulan mulia, di mana buku catatan
amal manusia disetorkan oleh para malaikat kepada Allah setiap tahunnya.
2. Bulan Sya’ban bulan penentuan ajal manusia
Dalam
hadits di bawah ini disebutkan, bahwa ajal manusia untuk satu tahun ke
depan ditentukan pada bulan Sya’ban. Dan tidak semata-mata Allah memilih
bulan Sya’ban melainkan karena bulan tersebut mempunyai keistimewaan
tersendiri. Rasulullah saw dalam hal ini bersabda:
عن عائشة قالت: كان أكثر صيام رسول الله صلى الله عليه وسلم في شعبان, فقلت: يا رسول الله, أرى أكثر صيامك في شعبان, قال: ((إن هذا الشهر يكتب فيه لملك الموت من يقبض, فأنا لا أحب أن ينسخ اسمي إلا وأنا صائم)) [رواه أبو يعلى]
Artnya:
“Aisyah berkata: “Puasa sunnat yang paling banyak dilakukan oleh
Rasulullah saw dalam adalah puasa pada bulan Sya’ban. Saya lalu
bertanya: “Ya Rasulullah, saya melihat Anda paling banyak berpuasa pada
bulan Sya’ban”. Rasulullah saw menjawab: “Pada bulan Sya’ban ini
malaikat pencabut nyawa menulis siapa saja yang akan dicabut pada tahun
depan, dan saya tidak menginginkan ketika nama saya ditulis melainkan
saya dalam keadaan berpuasa” (HR. Abu Ya’la).
Imam Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif (hal 194) menyampaikan komentar para ulama berkaitan dengan validitas hadits di atas. Sebagian ulama, menututnya, menghukumi hadits tersebut sebagai Hadits Mursal, dan yang lain menilainya sebagai Hadits Shahih. Hadits Mursal dengan beberapa persyaratan diterima oleh Imam Syafi’i dan juga madzhab Syafi’i termasuk para ulama lainnya. Ini artinya, sekalipun hadits di atas dinilai Mursal, masih dapat diamalkan, mengingat sebagian besar para ulama menerima dan mengamalkan Hadits Mursal.
Terlebih
apabila mengambil penilaian sebagian ulama lainnya yang menilai hadits
di atas sebagai Hadits Shahih, tentu sudah jelas dapat diamalkan.
Dalam hadits Mursal lainnya, disebutkan:
عن عثمان ين مغيرة بن الأخنس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((تقطع الآجال من شعبان إلى شعبان حتى إن الرجل ينكح ويولد له ولقد خرج اسمه فى الموتى)) [رواه الطبرانى, والبيهقى وقال ابن كثير فى تفسيره: والحديث مرسل]
Artinya:
“Dari Utsman bin Mugirah bin al-Akhnas, bahwasannya Rasulullah saw
bersabda: “Jatah umur, ajal seseorang itu dapat dihapus dari bulan
Sya’ban ke bulan Sya’ban yang lain, sehingga seseorang bisa menikah,
melahirkan, padahal namanya sudah tercantum dalam daftar orang-orang
yang dicabut nyawanya (orang-orang mati)” (HR. Thabrani, Baihaki. Ibnu
Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits
Mursal).
Hadits
kedua ini—dan masih banyak hadits-hadits lainnya—menjadi penguat
keberadaan hadits-hadits lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
hadits-hadits yang berbicara bahwa bulan Sya’ban merupakan bulan
penentuan ajal manusia setahun ke depan adalah hadits-hadits yang dapat
diamalkan dan dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
3. Bulan Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan orang-orang pada umumnya.
Dalam
hadits sebagaimana telah disebutkan di atas, Rasulullah saw menegaskan
alasan mengapa beliau sering berpuasa pada bulan Sya’ban, di antaranya
adalah karena bulan Sya’ban ini bulan yang banyak dilalaikan oleh
manusia pada umumnya. Dan waktu yang umumnya dilalaikan, berat dilakukan
oleh sebagian besar manusia, menunjukkan waktu itu mulia, dan apapun
ibadah yang dilakukan pada waktu tersebut pahalanya lebih besar dari
pada waktu-waktu lainnya.
Karena itu, mengapa shalat Tahajud lebih besar dan lebih utama dari yang lainnya? Karena waktu pelaksanaannya, umumnya dilalaikan oleh manusia. Karena itu juga para ulama salaf, seringkali mengisi dan menghidupkan malam di antara Isya sampai Shubuh dengan ibadah, baik berupa shalat, membaca al-Qur’an, dzikir atau yang lainnya. Ketika ditanya alasannya, para ulama salafunas shaleh menjawab: “Karena waktu tersebut adalah waktu yang banyak dilalaikan oleh manusia” (hiya sa’ah ghaflah).
Demikian juga mengapa Rasulullah saw pernah bersabda: “Kalau tidak memberatkan kepada ummatku, akan aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya di akhir malam“, mengapa demikian? Karena waktu akhir malam adalah waktu yang umumnya dilupakan manusia. Ketika waktu tersebut dilupakan dan dilalaikan manusia, maka waktu itu menjadi sangat mulia. Apapun ibadah yang dilakukan di dalamnya, pahalanya lebih besar dari pada pada waktu-waktu lainnya. Demikian juga dengan bulan Sya’ban.
4. Bulan Sya’ban merupakan bulan Rasulullah saw.
Dalam sebuah hadits Mursal riwayat Imam as-Syuyuthi dalam kitabnya al-Jami as-Shagir, disampaikan ada tiga bulan berurutan yang masing-masing milik pihak-pihak tertentu; Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulan Rasulullah, dan Ramadhan bulan ummat Rasulullah. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
عن الحسن البصري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((رجب شهر الله, وشعبان شهري, ورمضان شهر أمتي.
Artinya:
“Hasan al-Bashri berkata, Rasulullah saw bersabda: “Bulan Rajab adalah
bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku”.
Hemat
penulis, bulan Rajab disebut bulan Allah, karena bulan Rajab termasuk
Bulan Haram, di mana tidak diperbolehkan di dalamnya berperang. Bulan
itu betul-betul bulan khusus untuk ibadah kepada Allah, berupa
mengadakan upacara atau hari raya keagamaan. Sebagaimana sama-sama
diketahui, ada empat bulan yang termasuk Bulan Haram, bulan mulia:
Rajab, Dzulqa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram.
Disebut Bulan Haram, karena pada keempat bulan tersebut tidak diperbolehkan manusia berbuat aniaya, termasuk berperang, membunuh, satu sama lain. Dan kejahatan yang dilakukan pada bulan tersebut dosanya lebih besar dari pada pada bulan-bulan lainnya. Karena itu, orang-orang Arab sejak dahulu sangat
menghormati bulan-Bulan Haram ini. Bahkan, apabila ada seseorang yang membunuh ayahnya, saudaranya atau keluarganya pada bulan-bulan Haram ini, mereka tidak melakukan balas dendam.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari demikian juga dengan Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, menuturkan di antara alasan mengapa bulan-bulan di atas termasuk bulan-Bulan Haram. Menurutnya, di antaranya karena bulan-bulan tersebut erat kaitan dengan pelaksanaan ibadah haji yang dahulu kala pelaksanaannya memerlukan waktu yang sangat lama. Bulan Dzulqa’dah termasuk Bulan Haram, karena pada bulan tersebut orang-orang berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Bulan Dzulhijjah termasuk Bulan Haram, karena bulan tersebut adalah waktu pelaksanaan ibadah haji. Muharram termasuk Bulan Haram, karena pada bulan tersebut jamaah haji pulang menuju kampung masing-masing. Sementara bulan Rajab termasuk Bulan Haram, karena orang-orang Arab dahulu menjadikannya sebagai bulan Hari Raya suci agama-agama. Karena itu, tidak diperbolehkan ada perbuatan-perbuatan yang mengganggu khidmatnya perayaan ibadah dan upacara suci dimaksud.
Dari sini sekali lagi kita dapat mengetahui, bahwa secara umum bulan-Bulan Haram ini erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah haji, dan karenanya, pantas kalau disebut sebagai Bulan Allah.
Sementara
mengapa Sya’ban disebut bulan Rasulullah saw, karena pada bulan ini
Rasulullah saw melakukan banyak sekali puasa sunnat. Bahkan, dalam
sebuah riwayat disebutkan, sebagaimana akan penulis paparkan di bawah
nanti, beliau melakukan puasa pada bulan Sya’ban ini seluruh bulan atau
sebagian besarnya. Karena itulah Rasulullah saw menyebutnya sebagai
‘Bulanku’.
Sementara Ramadhan disebut bulan ummatku, karena pada bulan ini ummat Rasulullah saw panen dengan pahala. Ibadah apapun yang dilakukan di dalamnya, pahalanya dilipatgandakan dari pada pada bulan-bulan lainnya. Umrah di dalamnya, pahalanya sama dengan melakukan ibadah haji, shalat sunnat yang dilakukan pada bulan Ramadhan, pahalanya sama dengan pahala mengerjakan shalat Wajib, dan pahala shalat wajib dilipatgandakan menjadi tujuh puluh kali lipat dari shalat wajib pada waktu-waktu lainnya. Karena itu, sangat pantas apabila bulan Ramadhan ini disebut dengan bulan ummatku, karena kita selaku ummat Rasulullah saw betul-betul panen pahala dan kebaikan.
5. Bulan ditaburkannya kemulian (as-Syaraf), derajat yang tinggi (al-’Uluww), kebaikan dan keberkahan (al-Birr), kasih sayang (al-Ulfah) dan cahaya kebenaran (an-Nur).
Imam Abdurrahman bin Abdus Salam ash-Shafury asy-Syafi’i, seorang ulama pada abad kesembilan Hijriyyah, mengatakan dalam bukunya Nuzhatul Majalis wa Muntakhab an-Nafais, bahwa kata Sya’ban (شعبان) itu adalah singkatan. Huruf Syin adalah singkatan dari kata asy-Syaraf (الشرف)yang artinya kemuliaan. Huruf ‘ain singkatan dari al-’Uluww (العلو) yang artinya derajat dan kedudukan yang tinggi, terhormat. Huruf ba singkatan dari al-Birr (البر) yang berarti kebaikan dan keberkahan. Huruf alif berarti al-Ulfah (الألفة) yakni kasih sayang, dan huruf nun singkatan dari an-Nur (النور) yang artinya cahaya kebenaran.
Hal ini menegaskan, lanjutnya, bahwa siapapun yang sungguh-sungguh beribadah pada bulan Sya’ban ini, maka ia akan memperoleh lima hadiah dari Allah di atas, dan hal ini semua karena bulan Sya’ban termasuk bulan istimewa. Mungkin boleh jadi, karena kemuliaan bulan Sya’ban ini juga Siti Aisyah melakukan Qadha puasa Ramadhan di bulan Sya’ban, sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:
عن عائشة قالت: ((كان يكون علي الصوم من رمضان فما أستطيع أن أقضيه إلا فى شعبان)) [رواه البخارى ومسلم
Artinya:
Siti Aisyah berkata: “Saya mempunyai hutang puasa bulan Ramadhan, dan
saya tidak dapat mengqadhanya melainkan hanya pada bulan Sya’ban” (HR.
Bukhari Muslim).
6. Bulan terjadinya beberapa peristiwa penting dalam Islam.
Bulan Sya’ban juga mempunyai keistimewaan lain, yaitu di dalamnya banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam Islam. Di antaranya adalah pengalihan kiblat. Menurut sebagian pendapat, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalamFathul Bari, Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, bahwa pengalihan kiblat dari menghadap Baitul Maqdis di Palestina menuju Ka’bah di Mekkah, terjadi pada bulan Sya’ban tahun 2 H (atau Pebruari 624 M).
Selain itu, sebaian ulama juga berpendapat, pada bulan Sya’ban juga turun perintah wajibnya puasa Ramadhan kepada Rasulullah saw. Dan pada bulan Sya’ban juga diturunkannya perintah jihad di jalan Allah. Juga pada bulan Sya’ban, menurut sebagian pendapat, turunnya perintah membaca shalawat kepada Rasulullah saw (QS. Al-Ahzab: 56). Empat hal di atas merupakan di antara hal besar dalam ajaran Islam, dan tidak semata-mata Allah menurunkan perintahnya pada bulan tersebut, melainkan bulan dimaksud memiliki keistimewaan tersendiri.
- Amalan-amalan pada bulan Sya’ban
Apabila
memperhatikan hadits Rasulullah saw, ada satu perbuatan special yang
beliau lakukan pada bulan Sya’ban ini, yaitu melakukan puasa sunnat
sebanyak mungkin. Namun demikian, mengingat bulan Sya’ban adalah bulan
mulia, maka apapun ibadah yang dilakukan di dalamnya, tentu pahalanya
sangat besar dan lebih besar dari yang lainnya.
Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif pernah mengatakan, bahwa di antara sebab dilipatgandakannya pahala perbuatan seseorang karena ada tiga, di antaranya adalah karena kemuliaan waktu melaksanakannya (syarafuz zaman). Dan bulan Sya’ban termasuk waktu mulia dimaksud. Untuk itu, berikut ini di antara amalan yang dapat kita lakukan di bulan Sya’ban:
1. Berdoalah agar diberkahi pada bulan Sya’ban dan dapat mengikuti bulan Ramadhan
Adalah Rasulullah saw, apabila beliau sudah sampai pada bulan Rajab, beliau selalu berdoa sejak bulan tersebut agar dapat bertemu dengan bulan Ramadhan. Hal ini tentunya sebagai rasa kecintaan dan penghormatan untuk bulan penuh berkah ini, Ramadhan. Doa yang biasa dilafalkan oleh Rasulullah saw semenjak bulan Rajab dan Sya’ban adalah:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَشَعْبَانَ, وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Allahumma baarik lanaa fi rojab wa sya’ban, wa ballignaa romadhan
Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab, juga di bulan Sya’ban ini serta sampaikanlah usia kami ke bulan Ramadhan”.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
عن أنس بن مالك قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال: ((اللهم بارك لنا فى رجب وشعبان, وبلغنا رمضان)) [رواه أحمد والطبرانى والبزار
Artinya: “Anas bin Malik berkata: “Adalah Rasulullah saw apabila beliau memasuki bulan Rajab, beliau suka berdoa: “Allahumma baarik lanaa fi rajab wa sya’ban, wa ballignaa ramadhan (Ya
Allah, berkahilah kami di bulan Rajab ini, juga di bulan Sya’ban ini
serta sampaikanlah usia kami ke bulan Ramadhan)” (HR. Ahmad, Thabrani
dan al-Bazzar).
Menurut Imam Abdul Ghani bin Ismail an-Nablusi dalam bukunya, Fadhail al-Ayyaam was-Syuhuur (hal 29) mengatakan, bahwa hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus nya, diriwayatkan melalui tiga jalan dari Anas bin Malik. Dan hadits-hadits yang ada dalam kitab Musnad al-Firdaus adalah hadits-hadits dhaif, akan tetapi dapat dilakukan dan diamalkan selama berkaitan dengan bab keutamaan amal perbuatan, Fadhailul Amal.
Imam Nawawi pun dalam pendahuluan Syarah Muslim nya menegaskan, bahwa hadits Dhaif dapat dipakai dalam bab keutamaan amal perbuatan (bab Fadhailul a’maal). Oleh karena itu, sekalipun hadits tentang doa ini dhaif, akan tetapi dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut keutamaan amal perbuatan.
Doa di atas sebaiknya dibaca berulang kali ketika kita memasuki bulan Rajab dan Sya’ban. Semakin banyak membacanya, tentu semakin besar pahalanya. Keberkahan di bulan Rajab, keberkahan di bulan Sya’ban, dan dapat menjumpai bulan Ramadhan, merupakan tiga hal yang sangat diharapkan oleh seluruh ummat Islam. Doa di atas juga sebaiknya di baca setiap selesai shalat wajib, atau pada waktu-waktu senggang sambil berdzikir atau selesai membaca al-Qur’an.
Selain doa tersebut, ada doa lain yang biasa dibaca oleh para sahabat pada bulan Rajab dan Sya’ban, sebagaimana disampaikan oleh Yahya bin Abu Katsir, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif-nya (hal. 202) yaitu:
اللهم سلمنى إلى رمضان, وسلم لي رمضان, وسلمه منى متقبلا.
Allahumma sallimnii ilaa ramadhan, wa salllim lii ramadhan, wa sallimhu minni mutaqabbalaa.
Artinya:
“Ya Allah, selamatkan dan sampaikanlah (usia) saya ke bulan Ramadhan,
dan selamatkanlah Ramadhan kepada saya, serta selamatkanlah
amalan-amalan saya pada bulan Ramadhan sehingga dapat diterima”.
2. Rajin berpuasa
Banyak berpuasa sunnat merupakan amalan special Rasulullah saw yang banyak beliau lakukan pada bulan Sya’ban ini. Dalam hadits-hadits di bawah ini disebutkan, bahwa Rasulullah saw berpuasa sunnat pada bulan Sya’ban ini hamper satu bulan penuh:
عن عائشة قالت: ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان, وما رأيته فى شهر أكثر صياما منه فى شعبان [رواه البخارى ومسلم] . وزاد البخارى : كان يصوم شعبان كله
Artinya:
“Siti Aisyah berkata: “Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw
melakukan puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya
juga tidak pernah melihatnya, sangat banyak melakukan puasa selain pada
bulan Sya’ban (HR. Bukhari Muslim), dan dalam riwayat Imam Bukhari
disebutkan: “Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban satu bulan penuh”.
عن عائشة قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول: لا يفطر, ويفطر حتى نقول: لا يصوم, وما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان, وما رأيته أكثر صياما منه فى شعبان (رواه مسلم)
Artinya:
“Siti Aisyah berkata: “Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa,
sehingga kami berkata: “Beliau tidak berbuka”. Dan apabila beliau
berbuka, kami berkata: “Sehingga ia tidak berpuasa”. Saya tidak pernah
melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan
Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa
sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya’ban” (HR. Muslim).
عن أم سلمة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه لم يكن يصوم من السنة شهرا تاما إلا شعبان, يصله برمضان (رواه أبو داود)
Artinya:
“Dari Ummu Salamah, bahwasannya Rasulullah saw tidak pernah berpuasa
dalam satu tahun hamper satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban dan beliau
meneruskannya dengan bulan Ramadhan” (HR. Abu Dawud).
وفى رواية: ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يصوم شهرين متتابعين إلا شعبان ورمضان (رواه الترمذى والنسائى)
Artinya:
Dalam riwayat lain dikatakan: Ummu Salamah berkata: “Saya tidak pernah
melihat Rasulullah saw berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada
bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan” (HR. Turmudzi dan Nasai).
Untuk
itu sekali lagi, berpuasa pada bulan Sya’ban sangat sebaiknya dalam
jumlah yang sangat banyak. Tidak ditentukan tanggal dan harinya, tanggal
berapa saja, hari apa saja, baik berurutan ataupun tidak, boleh-boleh
saja untuk berpuasa. Bahkan, pahalanya sangat besar, karena bulan
Sya’ban termasuk bulan mulia.
3. Rajin membaca, menelaah dan mentadaburi al-Qur’an.
Membaca al-Qur’an adalah ibadah. Bahkan, pahalanya sangat besar. Dalam sebuah hadits dikatakan, bahwa pahala membaca al-Qur’an itu dihitung bukan persurat atau per ayat, akan tetapi perhuruf. Dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala bahkan lebih.
Ini artinya, apabila seseorang membaca lafadz basmallah,
maka pahalanya bukan satu akan tetapi sembilan belas sesuai dengan
jumlah hurufnya. Jika dilipatkan dengan bilangan sepuluh, maka dengan
membaca basmallah saja pahala yang sudah dikantongi sebanyak
seratus sembilan puluh. Apalagi membacanya setiap hari satu surat atau
lebih, tentu pahalanya jauh lebih besar lagi. Dan tentu pahalanya akan
lebih berlipat lagi apabila dilakukan pada bulan Sya’ban, karena
termasuk bulan mulia. Berikut ini penulis ketengahkan
keterangan-keterangan yang erat kaitannya dengan pahala membaca ayat
al-Qur’an:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ* لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (فاطر: 29-30)
Artinya: ”Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka
dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan
yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala
mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” (QS. Fathir: 29-30).
Demikian juga dengan sabda-sabda Rasulullah saw di bawah ini:
عن عثمان بن عفان أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((خيركم من تعلم القرآن وعلمه)) [رواه البخارى ومسلم]
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian
adalah orang yang belajar al-Qur’an dan orang yang mengajarkan
al-Qur’an” (HR. Bukhari Muslim).
عن أبي موسى الأشعرى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((مثل المؤمن الذى يقرأ القرآن مثل الأترجة ريحها طيب وطعمها طيب, ومثل المؤمن الذى لا يقرأن القرآن كمثل التمرة لا ريح لها وطعمها حلو)) [رواه البخارى ومسلم]
Artinya: “Rasulullah saw bersabda: “Orang mukmin yang rajin membaca al-Qur’an itu seperti buah utrujjah, bau
dan rasa buahnya enak, manis. Sedangkan orang mukmin yang tidak membaca
al-Qur’an itu seperti buah kurma, tidak ada wangi aromanya, namun
rasanya tetap manis” (HR. Bukhari Muslim).
عن أبي أمامة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((اقرأوا القرآن فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا لأصحابه)) [رواه مسلم]
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda: “Bacalah al-Qur’an, karena ia akan menjadi
penyelamat bagi yang membacanya kelak di hari Kiamat” (HR. Muslim).
عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((ما اجتمع قوم فى بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسون بينهم إلا نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده)) [رواه مسلمٍ]
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada sekelompok orang pun yang
berkumpul di dalam rumah Allah, lalu mereka membaca al-Qur’an dan
mengkaji serta menelaahnya di antara sesame mereka, kecuali mereka akan
diberikan ketenangan, dicurahkan rahmat dan dikelilingi oleh para
malaikat, serta Allah akan mengingat orang-orang yang mereka ingat” (HR.
Muslim).
عن عبد الله بن مسعود أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة, والحسنة بعشر أمثالهاو لا أقول (الم) حرف ولكن ألف حرف, ولام حرف, وميم حرف)) [رواه الترمذى]
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari
ayat al-Qur’an, maka pahalanya adalah satu kebaikan. Dan satu kebaikan
itu akan dilipatkan lagi menjadi sepuluh kali lipat kebaikan. Saya tidak
mengatakan bahwa alif lam mim itu satu hurup, akan tetapi alif itu satu
hurup, lam itu satu hurup dan mim itu juga satu hurup” (HR. Turmudzi).
Para shahabat,
tabi’in dan salafunas shaleh, biasa lebih memperketat membaca al-Qur’an
sejak bulan Sya’ban, bukan semata pada bulan Ramadhan. Begitu bulan
Sya’ban tiba, mereka menutup rumah, merapatkan barisan anggota keluarga
untuk lebih rajin membaca al-Qur’an. Karena itu, para ulama menyebut
bulan Sya’ban ini sebagai Syahrul Qurra’, bulannya para pembaca al-Qur’an.
Salamah bin Kuhail sebagaimana dikutip oleh Ibnu Rajab, pernah berkata: “Bulan Sya’ban adalah Bulan Para pembaca al-Qur’an (Syahrul Qurra’)”. Habib bin Abi Tsabit, apabila masuk pada bulan Sya’ban, ia berkata: ‘Ini adalah bulannya para pembaca al-Qur’an”.
Amer bin Qais al-Mula’i, apabila masuk pada bulan Ramadhan, ia menutup rumahnya, dan menggiatkan membaca al-Qur’an. Al-Hasan bin Sahl berkata: ‘Bulan Sya’ban pernah berkata: “Ya Allah, Eukau jadikan aku berada di antara dua bulan mulia (Rajab dan Ramadhan), bagaimana dengan aku?” Allah menjawab: ” Saya menjadikan kamu sebagai bulan membacanya al-Qur’an”.
Untuk itu, mari kita sama-sama sejak bulan Sya’ban ini lebih menggiatkan membaca al-Qur’an, menggali isinya dan plus mengamalkan isi kandungannya.
4. Mengisi malam Nishfu Sya’ban
Di antara hal yang tidak boleh dilupakan dalam bulan Sya’ban adalah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan amalan-amalan ibadah, karena malam ini merupakan malam yang sangat istimewa. Dan untuk bahasan masalah malam Nishfu Sya’ban ini berikut amalan-amalan yang sebaiknya dilakukan pada malam tersebut, para pembaca dapat melihat makalah saya yang berjudul: Mengenal Lebih Dekat Malam Nishfu Sya’ban.
5. Melakukan amalan-amalan lainnya seperti shalat tahajud, Dhuha, Witir dan lainnya.
Hal ini sebagaimana di antara sabda Rasululullah saw:
Artinya: “Abu Hurairah berkata: ‘Kekasihku, Rasulullah saw telah berwasiat kepadaku tiga perkara: pertama agar selalu melakukan puasa tiga hari setiap bulan, kedua, agar melakukan shalat Dhuha dua rakaat dan ketiga, agar aku selalu melakukan shala witir sebelum tidur” (HR. Bukhari).عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ [رواه البخاري ومسلم]
Demikian di antara bahasan singkat tentang keutamaan dan amalan-amalan bulan Sya’ban, semoga kita semua diberikan kekuatan untuk melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan memohon ridhaNya, dan semoga Allah memberkahi kita selama bulan Sya’ban ini khususnya dan pada bulan-bulan lain pada umumnya, berkah rizki, berkah umur, berkah keturunan, dan berkah yang lainnya, aminn.
Qatamea, 05 Agustus 2008
Di tulis Oleh Aep Saepulloh Darusmanwiati
0 komentar:
Post a Comment