---> INGAT WAKTU SHALAT YA SOBAT

Showing posts with label Takdir. Show all posts
Showing posts with label Takdir. Show all posts

Thursday, November 14, 2013

Menuju ke Tempat Kematian

- 0 komentar

Suatu ketika ada tamu yang mengetuk pintu rumah Nabi Sulaiman AS, maka beliau memerintahkan pembantunya untuk membukakan pintu. Begitu membuka pintu, tamu itu tampak menatap tajam kepada sang pembantu, dengan pandangan tajam yang menakutkan, bercampur dengan rasa keheranan. Begitu mempersilahkan masuk, sang pembantu tergopoh-gopoh menemui Nabi Sulaiman dan berkata, “Wahai Tuan, tamu Tuan sangat menakutkan dan tampaknya mengancam saya, karena itu tolonglah saya!!”

  • “Bagaimana aku harus menolongmu?” Kata Nabi Sulaiman “Bukankah Tuan menguasai angin? Perintahkanlah angin itu untuk membawa saya jauh dari tamu Tuan tersebut?”
  • “Tempat mana yang engkau inginkan?”
  • “India!!” Kata sang pembantu.
  • “Baiklah!!” Kata Nabi Sulaiman, dan beliau memerintahkan angin membawa pembantunya ke negeri India. Setelah urusan dengan pembantunya selesai, Nabi Sulaiman menemui sang tamu yang ternyata adalah Malaikat Maut (Izrail). Setelah saling mengucap salam, beliau berkata, 
  • “Wahai Izrail, apakah kunjunganmu ini untuk mencabut nyawaku atau sekedar berkunjung!!”
  • “Waktumu belum tiba, wahai Sulaiman, aku hanya berkunjung ke sini!!”
  • Beliau berkata lagi, “Mengapa engkau tadi memandang pembantuku dengan pandangan tajam dan mengancam!!”
  • Izrail berkata, “Bukan mengancam, wahai Sulaiman, hanya saja aku heran, dalam beberapa saat ke depan aku harus mencabut nyawa orang itu (yakni, yang jadi pembantu Nabi Sulaiman), tetapi tempat kematiannya di negeri India. Tetapi mengapa saat ini ia masih di sini?”
  • “Subbhanallah,“ Kata Nabi Sulaiman, “Karena rasa takutnya kepada engkau, ia meminta kepadaku agar memerintahkan angin membawanya ke negeri India, dan saat ini ia telah berada di sana!!”
  • Setelah berbincang beberapa saat, Izrail berpamitan kepada Nabi Sulaiman karena waktunya telah tiba untuk mencabut nyawa pembantu beliau itu di India.
Dalam riwayat lainnya disebutkan, orang itu bukanlah pembantu Nabi Sulaiman, tetapi salah punggawa atau bangsawan yang telah banyak berjasa pada kerajaan beliau. Setelah bertemu dengan Malaikat Izrail dalam bentuk manusia, ia merasa sangat ketakutan dan jiwanya terancam. Karena itu ia menemui Nabi Sulaiman dan meminta agar beliau memindahkan dirinya ke negeri India. Padahal justru di negeri India itulah tempat kematiannya sebagaimana tercatat di dalam Lauhul Makhfudz.
 
Sungguh benarlah Firman Allah dalam QS Al Jumuah ayat 8, “Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
[Continue reading...]

Saturday, January 19, 2013

Bidadari Sebening Mata

- 0 komentar

Sebuah kisah seorang pemuda berumur 15tahun. Seorang pemuda bangsawan kaya raya,ia telah ditinggalkan mati oleh ayahnya dan memperoleh harta warisan yang sangat banyak.

Pada suatu hari ia mengikuti majelis pengajian yang diadakan oleh Syekh bernama Abdul Wahid.Di dalam majelis itu ada seorang peserta pengajian yang membacakan Al Qur'an, ayat 111 surat At-Taubah: "Sesungguhnya Allah telah membeli diri orang mukminin, jiwa dan harta mereka dengan bayaran jannah (surga)".
Lalu pemuda tadi berkata : "Ya Abdul Wahid, sungguh Allah telah membeli dari kaum mukminin jiwa dan harta mereka, dan akan dibayar dengan jannah? Jawabku, "Ya, benar hai anakku tercinta," Lalu ia berkata, "Ya, Abdul Wahid, saksikanlah bahwa aku telah menjual diri dan hartaku untuk mendapat jannah!"

Maka saya katakan kepadanya, "Sesungguhnya tajamnya pedang itu berat dihadapi, dan kau masih anak-anak, dan aku khawatir kalau-kalau kamu tidak tabah, tidak sabar sehingga mereka tidak kuat melanjutkan perjuangan itu." Pemuda itu menjawab,"Aku menjual diri kepada Allah untuk mendapat Jannah, lalu lemah?? Saksikanlah sekali lagi bahwa aku telah menjual diriku kepada Allah." Karena itu kami merasa malu, anak kecil dapat berbuat demikian, sedang kami tidak, maka pemuda itu segera menyedekahkan semua hartanya kecuali kuda dan pedangnya, dan sekedar harta untuk bekalnya.

Dan ketika telah tiba masa keberangkatan pasukan, maka dialah yang pertama-tama tiba dan mengucapkan,"Assalaamu`alaika ya Abdul Wahid". Jawabku,"Wa`alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, semoga Allah memberikan keuntungan dalam jualanmu".

Kemudian dalam perjalanan maka pemuda itu selalu puasa di waktu siang dan bangun malam dan menjaga kami di waktu malam, dan melayani keperluan-keperluan kami di waktu siang, bahkan ia merangkap memelihara ternak kami sehingga sampailah kita diperbatasan Negeri Rum.

Tiba-tiba pada suatu hari ia datang terburu-buru sambil berseru, “Alangkah rinduku pada Al-Aina Al-Mardhiyah .. !!", sehingga banyak orang menyangka mungkin ia terganggu ingatannya.

Maka aku sambut ia,"Wahai anakku tercinta, siapakah Al-Aina Al-Mardhiyah?" jawabnya, "Aku tadi tertidur sebentar, tiba-tiba aku mimpi ada orang datang kepadaku dan berkata, "Mari aku bawa kau kepada Al-Aina Al-Mardhiyah," lalu aku dibawa ke suatu kebun di tepi sungai yang airnya jernih segar, dan di sana banyak gadis-gadis cantik yang lengkap dengan perhiasan yang tidak dapat aku katakan.Dan ketika melihat kepadaku, mereka merasa gembira dan berkata, "Itulah suami Al-Aina Al-Mardhiyah, maka aku ucapkan,"Assalamu`alaikum apakah disini tempat Al-Aina Al-Mardhiyah?".Mereka menjawab,"Kami hamba dan pelayan, teruslah berjalan ke depan."

Kemudian aku teruskan perjalanan tiba-tiba bertemu dengan sungai susu yang tidak berubah rasanya ditengah-tengah kebun(taman),juga dikelilingi gadis-gadis sangat cantik, dan ketika mereka melihatku,langsung berkata, "Demi Allah itulah suami Al-Aina Al-Mardhiyah telah tiba, lalu aku salam, "Assalamu`alaikum, apakah ada diantara kamu Al-Aina Al-Mardhiyah?" lalu mereka berkata, "Kami hanya hamba dan
pelayan-pelayannya, silahkan maju terus.".

Tiba-tiba aku bertemu dengan sungai anggur disuatu lembah yang juga digunakan sebagai tempat bersuka ria gadis-gadis yang sangat cantik molek, sehingga aku lupa kecantikan gadis-gadis sebelumnya. Akupun mengucapkan, "Assalamu`alaikum, apakah ada diantara kalian Al-Aina Al-Mardhiyah?". "Tidak, kami hanya hamba dan pelayannya, teruskan jalan ke depan," jawab mereka.

Tiba-tiba aku bertemu dengan sungai madu dan kebunnya yang penuh dengan gadis-gadis cantik, yang kecantikannya bagaikan cahaya, maka aku ucapkan, "Assalamu`alaikum, apakah di sini ada Al-Aina Al-Mardhiyah?".Mereka menjawab, "Ya Waliyallah, kami hamba dan pelayannya,majulah terus."

Dan ketika aku berjalan tiba-tiba aku bertemu kemah dari permata yang berlubang, dan di muka kemah itu ada gadis penjaga pintu yang sangat cantik dan lengkap dengan perhiasannya. Maka ketika ia melihatku, ia gembira dan segera berseru, wahai Al-Aina Al-Mardhiyah, inilah suamimu telah datang, maka langsung aku mendekat ke kemah itu. Tiba-tiba ia sedang duduk diatas tempat tidur emas yang
bertaburkan permata yaqut dan berlian,dan ketika melihatnya benar-benar aku terpesona karena kecantikannya.

Lalu ia menyambut aku dengan kalimat, "Marhaban bin Waliyir rahman, sudah hampir (dekat) pertemuan kita." Maka aku langsung akan mendekapnya, tetapi ia berkata, "Sabarlah dahulu, belum masanya, sebab kamu masih hidup di dunia, tetapi malam ini kamu berbuka puasa disini, Insya Allah."

Kemudian aku bangun dari tidurku itu, hai Abdul Wahid,dan rasa-rasanya aku tidak sabar lagi.Abdul Wahid berkata,”Maka belum selesai ia melanjutkan ceritanya tiba-tiba terlihat pasukan musuh, maka kami pergi menyerangnya bersama-sama pemuda itu, dan aku perhatikan ia telah membunuh sembilan orang kafir, maka segera aku pergi melihatnya, tiba-tiba ia tersenyum dengan berlumur darah sehingga ia meninggal dunia (Rahimahullah)."

Dikutip dari : Abu Laits As Samarqandi, Tanbihul Ghofilin hal 1004-1009

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, (Al Qur'an, Surat 56 : 22)
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik - cantik.Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.
Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka dan tidak pula oleh jin.
(Al Qur'an, Surat 55 : 70,72,74)
[Continue reading...]

Monday, October 15, 2012

DUNIA ISLAM : Memahami Takdir Allah

- 0 komentar

Kaum muslimin yang semoga dimuliakan oleh Allah ta’ala, salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim adalah beriman kepada takdir baik maupun buruk.

Perlu diketahui bahwa beriman kepada takdir ada empat tingkatan :

Beriman kepada ilmu Allah yang ajali sebelum segala sesuatu itu ada. Di antaranya seseorang harus beriman bahwa amal perbuatannya telah diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia melakukannya.

Mengimani bahwa Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfuzh.
Mengimani masyi’ah (kehendak Allah) bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena kehendak-Nya.

Mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu. Allah adalah Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan manusia.

Dalil dari tingkatan pertama dan kedua di atas adalah firman Allah ta’ala

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS Al-Hajj ayat 70)

Kemudian dalil dari tingkatan ketiga di atas adalah firman Allah

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS At Takwir ayat 29)

Sedangkan untuk tingkatan keempat, dalilnya adalah firman Allah

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. QS. Ash-Shaffaat ayat 96

Macam-Macam Takdir

Takdir umum mencakup segala yang ada.
Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat. Takdir ini umum bagi seluruh makhluk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena). Allah berfirman kepada qalam tersebut, “Tulislah”. Kemudian qalam berkata, “Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat.” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).

Takdir yang merupakan rincian dari takdir yang umum.
Takdir ‘Umri yaitu takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud, di mana janin yang sudah ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan ditetapkan mengenai 4 hal:

1. Rizki
2. Ajal
3. Amal dan
4. Sengsara atau berbahagia.

Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun. Allah ta’ala berfirman,

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan ayat 4).

Ibnu Abbas mengatakan, “Pada malam lailatul qadar, ditulis pada ummul kitab segala kebaikan, keburukan, rizki dan ajal yang terjadi dalam setahun.” (Lihat Ma’alimut Tanzil, Tafsir Al Baghowi)

Seorang muslim harus beriman dengan takdir yang umum dan terperinci ini. Barangsiapa yang mengingkari sedikit saja dari keduanya, maka dia tidak beriman kepada takdir. Dan berarti dia telah mengingkari salah satu rukun iman yang wajib diimani.

1. Salah Dalam Menyikapi Takdir

Dalam menyikapi takdir Allah, ada yang mengingkari takdir dan ada pula yang terlalu berlebihan dalam menetapkannya.

Yang pertama ini dikenal dengan Qodariyyah. Dan di dalamnya ada dua kelompok lagi. Kelompok pertama adalah yang paling ekstrem. Mereka mengingkari ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan mengingkari pula apa yang telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh. Mereka mengatakan bahwa Allah memerintah dan melarang, namun Allah tidak mengetahui siapa yang taat dan berbuat maksiat. Perkara ini baru saja diketahui, tidak didahului oleh ilmu Allah dan takdirnya. Namun kelompok seperti ini sudah musnah dan tidak ada lagi.

Kelompok kedua adalah yang menetapkan ilmu Allah, namun meniadakan masuknya perbuatan hamba pada takdir Allah. Mereka menganggap bahwa perbuatan hamba adalah makhluk yang berdiri sendiri, Allah tidak menciptakannya dan tidak pula menghendakinya. Inilah madzhab mu’tazilah.

Kebalikan dari Qodariyyah adalah kelompok yang berlebihan dalam menetapkan takdir sehingga hamba seolah-olah dipaksa tanpa mempunyai kemampuan dan ikhtiyar (usaha) sama sekali. Mereka mengatakan bahwasanya hamba itu dipaksa untuk menuruti takdir. Oleh karena itu, kelompok ini dikenal dengan Jabariyyah.

Keyakinan dua kelompok di atas adalah keyakinan yang salah sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya adalah firman Allah,

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” QS. At Takwir ayat 28-29

Ayat ini secara tegas membantah pendapat yang salah dari dua kelompok di atas. Pada ayat, “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak (pilihan) bagi hamba. Jadi manusia tidaklah dipaksa dan mereka berkehendak sendiri. Kemudian pada ayat selanjutnya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” merupakan bantahan untuk qodariyyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa tergantung pada kehendak Allah. Ini perkataan yang salah karena pada ayat tersebut, Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.

2. Keyakinan yang Benar Dalam Mengimani Takdir

Keyakinan yang benar adalah bahwa semua bentuk ketaatan, maksiat, kekufuran dan kerusakan terjadi dengan ketetapan Allah karena tidak ada pencipta selain Dia. Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk adalah termasuk makhluk Allah. Dan hamba tidaklah dipaksa dalam setiap yang dia kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya.

As Safariny mengatakan, “Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama terdahulu (salaf) dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa Allah menciptakan kemampuan, kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah yang menjadi pelaku perbuatan yang dia lakukan secara hakiki. Dan Allah menjadikan hamba sebagai pelakunya, sebagaimana firman-Nya (yang artinya),

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” QS. At Takwir ayat 29

Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak hamba dan Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh Ahlus Sunnah.”

Sebagian orang ada yang salah paham dalam memahami takdir. Mereka menyangka bahwa seseorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali. Contohnya adalah seseorang yang meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar kota. Kemudian dia tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan istri dan anaknya. Lalu dia mengatakan, “Saya pasrah, biarkan Allah yang akan memberi rizki pada mereka”. Sungguh ini adalah suatu kesalahan dalam memahami takdir.

Ingatlah bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya, di samping itu Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita bermalas-malasan. Apabila kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan hasil yang sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena hal ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah pada Allah dan janganlah malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata: ‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’, tetapi katakanlah: ‘Qodarollahu wa maa sya’a fa’al’ (Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) karena ucapan’seandainya’ akan membuka (pintu) setan.” (HR. Muslim)

3. Buah Beriman Kepada Takdir

Di antara buah dari beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini. Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya.

Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya, “Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)

Maka apabila seseorang memahami takdir Allah dengan benar, tentu dia akan menyikapi segala musibah yang ada dengan tenang. Hal ini pasti berbeda dengan orang yang tidak beriman pada takdir dengan benar, yang sudah barang tentu akan merasa sedih dan gelisah dalam menghadapi musibah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk sabar dalam menghadapi segala cobaan yang merupakan takdir Allah.
[Continue reading...]
 
Copyright © .Berbagi Ilmu Dunia Dan Akhirat
Editor by Antoni CLianto · Powered by Blogger