Home » Posts filed under Takdir
Suatu
ketika ada tamu yang mengetuk pintu rumah Nabi Sulaiman AS, maka beliau
memerintahkan pembantunya untuk membukakan pintu. Begitu membuka pintu,
tamu itu tampak menatap tajam kepada sang pembantu, dengan pandangan
tajam yang
menakutkan, bercampur dengan rasa keheranan. Begitu mempersilahkan
masuk, sang pembantu tergopoh-gopoh menemui Nabi Sulaiman dan berkata,
“Wahai Tuan, tamu Tuan sangat menakutkan dan tampaknya mengancam saya,
karena itu tolonglah saya!!”
- “Bagaimana
aku harus menolongmu?” Kata Nabi Sulaiman “Bukankah Tuan menguasai
angin? Perintahkanlah angin itu untuk membawa saya jauh dari tamu Tuan
tersebut?”
- “Tempat mana yang engkau inginkan?”
- “India!!” Kata sang pembantu.
- “Baiklah!!” Kata Nabi Sulaiman, dan beliau memerintahkan angin membawa pembantunya ke negeri India. Setelah
urusan dengan pembantunya selesai, Nabi Sulaiman menemui sang tamu yang
ternyata adalah Malaikat Maut (Izrail). Setelah saling mengucap salam,
beliau berkata,
- “Wahai Izrail, apakah kunjunganmu ini untuk mencabut
nyawaku atau sekedar berkunjung!!”
- “Waktumu belum tiba, wahai Sulaiman, aku hanya berkunjung ke sini!!”
- Beliau berkata lagi, “Mengapa engkau tadi memandang pembantuku dengan pandangan tajam dan mengancam!!”
- Izrail
berkata, “Bukan mengancam, wahai Sulaiman, hanya saja aku heran, dalam
beberapa saat ke depan aku harus mencabut nyawa orang itu (yakni, yang
jadi pembantu Nabi Sulaiman), tetapi tempat kematiannya di negeri India.
Tetapi mengapa saat ini ia masih di sini?”
- “Subbhanallah,“
Kata Nabi Sulaiman, “Karena rasa takutnya kepada engkau, ia meminta
kepadaku agar memerintahkan angin membawanya ke negeri India, dan saat
ini ia telah berada di sana!!”
- Setelah
berbincang beberapa saat, Izrail berpamitan kepada Nabi Sulaiman karena
waktunya telah tiba untuk mencabut nyawa pembantu beliau itu di India.
Dalam
riwayat lainnya disebutkan, orang itu bukanlah pembantu Nabi Sulaiman,
tetapi salah punggawa atau bangsawan yang telah banyak berjasa pada
kerajaan beliau. Setelah bertemu dengan Malaikat Izrail dalam bentuk
manusia, ia merasa sangat ketakutan dan jiwanya terancam. Karena itu ia
menemui Nabi Sulaiman dan meminta agar beliau memindahkan dirinya ke
negeri India. Padahal justru di negeri India itulah tempat kematiannya
sebagaimana tercatat di dalam Lauhul Makhfudz.
Sungguh
benarlah Firman Allah dalam QS Al Jumuah ayat 8, “Katakanlah:
Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
(Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
[Continue reading...]
Sebuah kisah seorang pemuda berumur 15tahun. Seorang pemuda
bangsawan kaya raya,ia telah ditinggalkan mati oleh ayahnya dan
memperoleh harta warisan yang sangat banyak.
Pada suatu hari ia
mengikuti majelis pengajian yang diadakan oleh Syekh bernama Abdul
Wahid.Di dalam majelis itu ada seorang peserta pengajian yang membacakan
Al Qur'an, ayat 111 surat At-Taubah: "Sesungguhnya Allah telah membeli diri orang mukminin, jiwa dan harta mereka dengan bayaran jannah (surga)".
Lalu pemuda tadi berkata : "Ya Abdul Wahid, sungguh Allah telah membeli
dari kaum mukminin jiwa dan harta mereka, dan akan dibayar dengan
jannah? Jawabku, "Ya, benar hai anakku tercinta," Lalu ia berkata, "Ya,
Abdul Wahid, saksikanlah bahwa aku telah menjual diri dan hartaku untuk
mendapat jannah!"
Maka saya katakan kepadanya, "Sesungguhnya
tajamnya pedang itu berat dihadapi, dan kau masih anak-anak, dan aku
khawatir kalau-kalau kamu tidak tabah, tidak sabar sehingga mereka tidak
kuat melanjutkan perjuangan itu." Pemuda itu menjawab,"Aku menjual diri
kepada Allah untuk mendapat Jannah, lalu lemah?? Saksikanlah sekali
lagi bahwa aku telah menjual diriku kepada Allah." Karena itu kami
merasa malu, anak kecil dapat berbuat demikian, sedang kami tidak, maka
pemuda itu segera menyedekahkan semua hartanya kecuali kuda dan
pedangnya, dan sekedar harta untuk bekalnya.
Dan ketika telah
tiba masa keberangkatan pasukan, maka dialah yang pertama-tama tiba dan
mengucapkan,"Assalaamu`alaika ya Abdul Wahid". Jawabku,"Wa`alaikum salam
warahmatullahi wabarakatuh, semoga Allah memberikan keuntungan dalam
jualanmu".
Kemudian dalam perjalanan maka pemuda itu selalu
puasa di waktu siang dan bangun malam dan menjaga kami di waktu malam,
dan melayani keperluan-keperluan kami di waktu siang, bahkan ia
merangkap memelihara ternak kami sehingga sampailah kita diperbatasan
Negeri Rum.
Tiba-tiba pada suatu hari ia datang terburu-buru
sambil berseru, “Alangkah rinduku pada Al-Aina Al-Mardhiyah .. !!",
sehingga banyak orang menyangka mungkin ia terganggu ingatannya.
Maka aku sambut ia,"Wahai anakku tercinta, siapakah Al-Aina
Al-Mardhiyah?" jawabnya, "Aku tadi tertidur sebentar, tiba-tiba aku
mimpi ada orang datang kepadaku dan berkata, "Mari aku bawa kau kepada
Al-Aina Al-Mardhiyah," lalu aku dibawa ke suatu kebun di tepi sungai
yang airnya jernih segar, dan di sana banyak gadis-gadis cantik yang
lengkap dengan perhiasan yang tidak dapat aku katakan.Dan ketika melihat
kepadaku, mereka merasa gembira dan berkata, "Itulah suami Al-Aina
Al-Mardhiyah, maka aku ucapkan,"Assalamu`alaikum apakah disini tempat
Al-Aina Al-Mardhiyah?".Mereka menjawab,"Kami hamba dan pelayan, teruslah
berjalan ke depan."
Kemudian aku teruskan perjalanan tiba-tiba
bertemu dengan sungai susu yang tidak berubah rasanya ditengah-tengah
kebun(taman),juga dikelilingi gadis-gadis sangat cantik, dan ketika
mereka melihatku,langsung berkata, "Demi Allah itulah suami Al-Aina
Al-Mardhiyah telah tiba, lalu aku salam, "Assalamu`alaikum, apakah ada
diantara kamu Al-Aina Al-Mardhiyah?" lalu mereka berkata, "Kami hanya
hamba dan
pelayan-pelayannya, silahkan maju terus.".
Tiba-tiba aku bertemu dengan sungai anggur disuatu lembah yang juga
digunakan sebagai tempat bersuka ria gadis-gadis yang sangat cantik
molek, sehingga aku lupa kecantikan gadis-gadis sebelumnya. Akupun
mengucapkan, "Assalamu`alaikum, apakah ada diantara kalian Al-Aina
Al-Mardhiyah?". "Tidak, kami hanya hamba dan pelayannya, teruskan jalan
ke depan," jawab mereka.
Tiba-tiba aku bertemu dengan sungai
madu dan kebunnya yang penuh dengan gadis-gadis cantik, yang
kecantikannya bagaikan cahaya, maka aku ucapkan, "Assalamu`alaikum,
apakah di sini ada Al-Aina Al-Mardhiyah?".Mereka menjawab, "Ya
Waliyallah, kami hamba dan pelayannya,majulah terus."
Dan
ketika aku berjalan tiba-tiba aku bertemu kemah dari permata yang
berlubang, dan di muka kemah itu ada gadis penjaga pintu yang sangat
cantik dan lengkap dengan perhiasannya. Maka ketika ia melihatku, ia
gembira dan segera berseru, wahai Al-Aina Al-Mardhiyah, inilah suamimu
telah datang, maka langsung aku mendekat ke kemah itu. Tiba-tiba ia
sedang duduk diatas tempat tidur emas yang
bertaburkan permata yaqut dan berlian,dan ketika melihatnya benar-benar aku terpesona karena kecantikannya.
Lalu ia menyambut aku dengan kalimat, "Marhaban bin Waliyir rahman,
sudah hampir (dekat) pertemuan kita." Maka aku langsung akan
mendekapnya, tetapi ia berkata, "Sabarlah dahulu, belum masanya, sebab
kamu masih hidup di dunia, tetapi malam ini kamu berbuka puasa disini,
Insya Allah."
Kemudian aku bangun dari tidurku itu, hai Abdul
Wahid,dan rasa-rasanya aku tidak sabar lagi.Abdul Wahid berkata,”Maka
belum selesai ia melanjutkan ceritanya tiba-tiba terlihat pasukan musuh,
maka kami pergi menyerangnya bersama-sama pemuda itu, dan aku
perhatikan ia telah membunuh sembilan orang kafir, maka segera aku pergi
melihatnya, tiba-tiba ia tersenyum dengan berlumur darah sehingga ia
meninggal dunia (Rahimahullah)."
Dikutip dari : Abu Laits As Samarqandi, Tanbihul Ghofilin hal 1004-1009
Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, (Al Qur'an, Surat 56 : 22)
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi
cantik - cantik.Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit
dalam rumah.
Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka dan tidak pula oleh jin.
(Al Qur'an, Surat 55 : 70,72,74)
[Continue reading...]
Kaum muslimin yang semoga dimuliakan oleh Allah ta’ala, salah satu
rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim adalah beriman kepada
takdir baik maupun buruk.
Perlu diketahui bahwa beriman kepada takdir ada empat tingkatan :
Beriman kepada ilmu Allah yang ajali sebelum segala sesuatu itu ada. Di
antaranya seseorang harus beriman bahwa amal perbuatannya telah
diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia melakukannya.
Mengimani bahwa Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfuzh.
Mengimani masyi’ah (kehendak Allah) bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena kehendak-Nya.
Mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu. Allah adalah
Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan
manusia.
Dalil dari tingkatan pertama dan kedua di atas adalah firman Allah ta’ala
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa
saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu
terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian
itu amat mudah bagi Allah. (QS Al-Hajj ayat 70)
Kemudian dalil dari tingkatan ketiga di atas adalah firman Allah
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS At Takwir ayat 29)
Sedangkan untuk tingkatan keempat, dalilnya adalah firman Allah
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. QS. Ash-Shaffaat ayat 96
Macam-Macam Takdir
Takdir umum mencakup segala yang ada.
Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah telah mencatat takdir
segala sesuatu hingga hari kiamat. Takdir ini umum bagi seluruh makhluk.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena).
Allah berfirman kepada qalam tersebut, “Tulislah”. Kemudian qalam
berkata, “Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman,
“Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat.” (HR.
Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if
Sunan Abi Daud).
Takdir yang merupakan rincian dari takdir yang umum.
Takdir ‘Umri yaitu takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud,
di mana janin yang sudah ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan
ditetapkan mengenai 4 hal:
1. Rizki
2. Ajal
3. Amal dan
4. Sengsara atau berbahagia.
Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun. Allah ta’ala berfirman,
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan ayat 4).
Ibnu Abbas mengatakan, “Pada malam lailatul qadar, ditulis pada ummul
kitab segala kebaikan, keburukan, rizki dan ajal yang terjadi dalam
setahun.” (Lihat Ma’alimut Tanzil, Tafsir Al Baghowi)
Seorang
muslim harus beriman dengan takdir yang umum dan terperinci ini.
Barangsiapa yang mengingkari sedikit saja dari keduanya, maka dia tidak
beriman kepada takdir. Dan berarti dia telah mengingkari salah satu
rukun iman yang wajib diimani.
1. Salah Dalam Menyikapi Takdir
Dalam menyikapi takdir Allah, ada yang mengingkari takdir dan ada pula yang terlalu berlebihan dalam menetapkannya.
Yang pertama ini dikenal dengan Qodariyyah. Dan di dalamnya ada dua
kelompok lagi. Kelompok pertama adalah yang paling ekstrem. Mereka
mengingkari ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan mengingkari pula apa
yang telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh. Mereka mengatakan bahwa Allah
memerintah dan melarang, namun Allah tidak mengetahui siapa yang taat
dan berbuat maksiat. Perkara ini baru saja diketahui, tidak didahului
oleh ilmu Allah dan takdirnya. Namun kelompok seperti ini sudah musnah
dan tidak ada lagi.
Kelompok kedua adalah yang menetapkan ilmu
Allah, namun meniadakan masuknya perbuatan hamba pada takdir Allah.
Mereka menganggap bahwa perbuatan hamba adalah makhluk yang berdiri
sendiri, Allah tidak menciptakannya dan tidak pula menghendakinya.
Inilah madzhab mu’tazilah.
Kebalikan dari Qodariyyah adalah
kelompok yang berlebihan dalam menetapkan takdir sehingga hamba
seolah-olah dipaksa tanpa mempunyai kemampuan dan ikhtiyar (usaha) sama
sekali. Mereka mengatakan bahwasanya hamba itu dipaksa untuk menuruti
takdir. Oleh karena itu, kelompok ini dikenal dengan Jabariyyah.
Keyakinan dua kelompok di atas adalah keyakinan yang salah sebagaimana
ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya adalah firman Allah,
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” QS. At Takwir ayat 28-29
Ayat ini secara tegas membantah pendapat yang salah dari dua kelompok
di atas. Pada ayat, “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh
jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk jabariyyah karena pada ayat
ini Allah menetapkan adanya kehendak (pilihan) bagi hamba. Jadi manusia
tidaklah dipaksa dan mereka berkehendak sendiri. Kemudian pada ayat
selanjutnya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu)
kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” merupakan
bantahan untuk qodariyyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu
berdiri sendiri dan diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa tergantung
pada kehendak Allah. Ini perkataan yang salah karena pada ayat tersebut,
Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.
2. Keyakinan yang Benar Dalam Mengimani Takdir
Keyakinan yang benar adalah bahwa semua bentuk ketaatan, maksiat,
kekufuran dan kerusakan terjadi dengan ketetapan Allah karena tidak ada
pencipta selain Dia. Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk
adalah termasuk makhluk Allah. Dan hamba tidaklah dipaksa dalam setiap
yang dia kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya.
As Safariny mengatakan, “Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama
terdahulu (salaf) dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa
Allah menciptakan kemampuan, kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah
yang menjadi pelaku perbuatan yang dia lakukan secara hakiki. Dan Allah
menjadikan hamba sebagai pelakunya, sebagaimana firman-Nya (yang
artinya),
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan
itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” QS. At
Takwir ayat 29
Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak
hamba dan Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi
kecuali dengan kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh
Ahlus Sunnah.”
Sebagian orang ada yang salah paham dalam
memahami takdir. Mereka menyangka bahwa seseorang yang mengimani takdir
itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali. Contohnya adalah
seseorang yang meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar
kota. Kemudian dia tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan
istri dan anaknya. Lalu dia mengatakan, “Saya pasrah, biarkan Allah
yang akan memberi rizki pada mereka”. Sungguh ini adalah suatu kesalahan
dalam memahami takdir.
Ingatlah bahwa Allah memerintahkan kita
untuk mengimani takdir-Nya, di samping itu Allah juga memerintahkan
kita untuk mengambil sebab dan melarang kita bermalas-malasan. Apabila
kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan hasil yang
sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena hal
ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bersemangatlah dalam
hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah pada Allah dan janganlah
malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata:
‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’,
tetapi katakanlah: ‘Qodarollahu wa maa sya’a fa’al’ (Ini telah
ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya)
karena ucapan’seandainya’ akan membuka (pintu) setan.” (HR. Muslim)
3. Buah Beriman Kepada Takdir
Di antara buah dari beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah
hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini.
Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka
dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun
lari darinya.
Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan
pada anaknya, “Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus
mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu
dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takdir itu demikian.
Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia
akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)
Maka apabila seseorang memahami takdir Allah dengan benar, tentu dia
akan menyikapi segala musibah yang ada dengan tenang. Hal ini pasti
berbeda dengan orang yang tidak beriman pada takdir dengan benar, yang
sudah barang tentu akan merasa sedih dan gelisah dalam menghadapi
musibah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk sabar dalam menghadapi
segala cobaan yang merupakan takdir Allah.
[Continue reading...]